Sistem perbankan syariah harus
berdasarkan prinsip syariah. Penerapan syariah dalam sistem keuangan Islam
wajib hukumnya. Prinsip syariah terkandung di Al Quran dan Al Hadits dan
diinterpretasikan oleh qualified Muslim
scholars. Interpretasi tersebut dikenal sebagai fatwa. Beberapa isu dari
prinsip syariah menjadi sangat kompleks. Hal ini menyebabkan, penunjukan
Shariah board biasa dilakukan oleh
Islamic Bank.
Karenanya, financial
regulators juga seharusnya memiliki Shariah board dimana akan memberikan
nasihat bagaimana regulasi yang tepat sesuai syariah karena aspek yang paling
penting adalah konsistensi antara syariah dan kebijakan yang diambil. Dengan
kata lain, kebijakan yang diambil harus sesuai dengan syariah.
Salah satu shariah compliance pada perbankan syariah yang paling
mendasar adalah pelarangan riba. Riba, menurut bahasa artinya bertambah dan tumbuh. Sedangkan menurut istilah, artinya suatu transaksi
yang memberi syarat tambahan atau suatu kegiatan akad yang mengambil untung
atas modal dasar tanpa melalui proses transaksi yang sah menurut syariat. Terdapat 12
ayat didalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang riba. Di antaranya dalam surat
Al-Baqarah ayat 275-280 yang menyatakan bahwa riba memang dilarang agama karena
riba adalah tambahan atau kelebihan dari yang pokoknya sehingga menimbulkan
ketidakadilan. Riba dilarang karena merugikan masyarakat, mengimplikasikan
adanya kepemilikan yang tidak pantas terhadap harta orang lain, dapat
menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang negatif, dapat merendahkan derajat
kepribadian manusia, dan riba merupakan bentuk
ketidakadilan.
Untuk mencapai konsistensi antara syariah dan kebijakan yang diambil
diciptakan beberapa hal, antara lain: (i) the Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), merupakan standar
syariah terkait accounting, auditing, dan governance issues; dan (ii) the
Islamic Financial Services Board (IFSB), dimana merupakan badan pengawasan dan
regulasi yang efektif agar sesuai syariah
No comments:
Post a Comment