Sunday, April 20, 2014

Islam dan New Global Economy

Integrasi perekonomian dunia bukanlah suatu hal yang baru di Islam. Kesatuan umat manusia (Unity of mankind) terkait erat dengan Unity of God (Tawhid). Jika Tuhan satu maka umat manusia pun satu. Perbedaan kebangsaan, ras, dan warna tidak mendapat tempat dalam Islam, karena seluruh umat manusia adalah saudara. Al-Qur’an, 10:19 menyebutkan bahwa dahulu seluruh umat manusai adalah satu bangsa (ummah). Namun karena mereka berselisih maka mereka pun terbagi-bagi. Bahkan, Al-Qur’an 11:118 menyebutkan bahwa tujuan utama Islam adalah menjadikan manusia umat yang satu.

Terdapat berbagai cara untuk menjadikan manusia umat yang satu. Salah satunya menciptakan pemahaman yang lebih diantara umat manusia melalui peningkatan interaksi dan kerja sama dengan menghilangkan prasangka yang belum tentu benar, kesalahan pemahaman, dan konflik. Melalui integrasi perekonomian dunia, dimana seluruh hambatan dihilangkan, maka akan meningkatkan aliran barang, modal, tenaga kerja, teknologi, dan informasi. Interaksi diantara umat manusia pun meningkat.

Peran Keadilan dalam suatu Integrasi
Islam menggarisbawahi bahwa proses integrasi tersebut tidak akan sukses jika tidak terdapat keadilan didalam proses tersebut, dimana termuat dalam al-Qur’an, 57:25.

Keadilan versus Negosiasi
Islam dan konsep New Global Economy memiliki tujuan yang sama, yaitu integrasi perekonomian dunia. Akan tetapi, strategi untuk mencapai tujuan tersebut berbeda. Islam menekankan keadilan berdasarkan moral. Sedangkan, New Global Economy mengandalkan negosiasi berdasarkan kepentingan pribadi (self-interest). New Global Economy berpegang teguh pada Neoclassical Economics yang sekular dimana tidak memberi ruang pada pertimbangan nilai dan tujuan utamanya adalah maksimalisasi kekayaan dan kepuasan, sedangkan self-interest sebagai motivasi utamanya.

Hal tersebut, tentu saja tidak akan menciptakan keadilan karena berbagai hal seperti apa yang benar dan apa yang salah, apa yang adil dan apa yang tidak adil, dan apa yang diperlukan sekali dan apa yang tidak diperlukan sekali, membutuhkan pertimbangan nilai. Pengharaman yang dilakukan Neoclassical Economics terhadap pertimbangan nilai membuatnya menolak basis moral untuk merealisasikan keadilan. Alih-alih yang menjadi basis untuk merealisasikan keadilan adalah self-interest dimana semua pihak memperjuangkan self-interest masing-masing melalui jalan negosiasi. Kelemahan negosiasi adalah pihak yang kaya dan memiliki kekuatan yang besarlah yang bisa memenangkan self-interestnya.

Pendekatan Multidisiplin
Karena konsep Islam satu Tuhan direfleksikan dalam kesatuan umat manusia, konsep Islam itu juga direfleksikan dalam kesatuan kehidupan manusia.
Semua aspek dalam kehidupan manusia –moral, intelektual sosial, sejarah, politik dan demografi- saling berkaitan erat. Aspek-aspek ini saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak mungkin mempelajari ekonomi tanpa melibatkan aspek kehidupan manusia.

Kontribusi pelajar-pelajar Muslim
Konsep Islam tentang kesatuan umat manusia dan kehidupan manusia direfleksikan dalam pikiran ekonomi Islam sejak periode awal sejarah Islam hingga mencapai kulminasi di model sosio-ekonomi dan dinamika politik Ibn Khaldun.
Model ekonomi ini mengacu pada Asabiyah yang merupakan kelompok solidaritas yang membantu mengurangi konflik dan permusuhan, mendorong kerja sama saling menguntungkan dan bebas, dan mempercepat pembangunan.
Ibn Khaldun menjelaskan mengapa kerja sama dan saling ketergantungan yang Asabiyah dorong akan mempercepat pembangunan. Selanjutnya pembagian tenaga kerja dan spesialisasi akan meningkatkan efisiensi dan menaikkan output bebrapa kali.
Keyakinan atau pendirian Ibn Khaldun bahwa spesialisasi sangat diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi. Ibn Khaldun adalah pelopor teori keunggulan komparatif yang selanjutnya dijadikan teori perdagangan internasional.
Ibn Khaldun juga memberikan penjelasan mengapa perdagangan membangkitkan pembangunan. Pembangunan bergantung kepada aktivitas ekonomi dan pembagian tenaga kerja yang pada gilirannya bergantung kepada besarnya suatu pasar.
Maka, dalam kerangka kerja baik pengajaran Islam maupun pemikiram Ekonomi Islam, ada logika kuat untuk mendorong perdagangan antar bangsa. Karena hal itu mendorong pertumbuhan dan menurunkan biaya hidup.
Sangat kontras dengan ekonomi neoklasik, para pelajar Islam telah memakai pendekatan inter-disiplin dalam analisis mereka dan tidak fokus hanya pada variable ekonomi. Mereka juga mempertimbangkan aspek kemanusiaan seperti moral, intelektual, social, demografi, sejarah, dan faktor politik.
Pendekatan inter-disiplin ini mencapai puncaknya di sosioekonomi dan politik dinamis Ibn Khaldun muqaddimah. Jadi, pemikiran sosioekonomi dan variable politik dan New Global Economy adalah bukan hal baru dalam pemikiran ekonomi Islam.

Perhatian pada Keadilan Islam dalam Pemikiran Ekonomi Islam
Ibn Khaldun sebagaimana pendahulunya menyadari bahwa pembagian kerja dan spesialisasi tidak akan bertahan tanpa adanya keadilan. Ketidakadilan tidak hanya melukai saling ketergantungan, tapi juga mengurangi insentif untuk bekerja lebih keras, investasi, dan inovasi. Ekspansi yang diinginkan dalam output tujuan spesialisasi tidak akan tercapai. Pasar tidak akan berkembang dan pembangunan tidak berjalan.
Semua ahli hukum sepanjang sejarah Islam mengatakan bahwa keadilan adalah proses pengambangan yang sangat diperlukan. Mereka berkata, “ tidak ada sesuatu yang menghancurkan dunia dan hati nurani kecuali ketidakadilan”.
Keadilan, menurut Ibn Khaldun, memerlukan “wazi” (wewenang politis) untuk membuat fungsi pasar smooth, dan menciptakan lingkungan yang baik untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. Saat ini sudah ada WTO. Namun sayang, WTO didominasi oleh negara-negara industri besar.

Integrasi yang berkelanjutan hanya dapat terjadi jika ada keadilan. Jika tidak ada keadilan, integrasi awalnya terjadi, namun kan terjadi frustasi ketika menyadari manfaat integrasi tidak didistribusikan secara merata.

No comments: