3.1 Perbedaan Profit, Sewa, Upah dan Bunga
Dalam ekonomi konvensional, keempat
komponen di atas termasuk ke dalam faktor produksi. Di dalam Al Qur’an
dijelaskan bahwa profit merupakan hal yang tidak pasti dimana sewa, upah dan
bunga bersifat tetap dan pasti. Sewa dan upah diperlakukan sama dalam term ujrah (wage) sebagai harga yang
dibayarkan atas faktor produksi yang didapatkan. Profit yang dihasilkan dari
proses normal dari penambahan tanpa usaha ataupun biaya yang dikeluarkan.
Profit juga bisa dihasilkan dari kenaikan nilai tukar dari suatu aset.
Modal (Capital), baik dalam ekonomi syariah maupun
konvensional terdiri dari modal fisik dan SDM. Di lain pihak fitrah dari modal
yang sifatnya keuangan hanya bisa bertumbuh seiring adanya perdagangan serta
selisih ataupun kenaikan dan penurunan dari nilainya. Oleh karena itu Islam
mengharamkan adanya bunga karena bersifat fiktif dan tidak adil. Ketika Fiqih
(Hukum Islam) mengatur bahwa uang (yang kita gunakan sekarang ini) hanya berpotensi bertumbuh
melalui mekanisme perdagangan, yang harus melalui proses produksi yang melibatkan
faktor-faktor produksi yakni profit, sewa, upah dan bunga. Namun pada dasarnya
uang itu sendiri hanya menjadi perantara
dan tidak secara langsung terlibat dalam proses produksi sehingga
memiliki ketidakpastian serta risiko yang melekat dalam pasar perekonomian.
3.2
Dasar Pengakuan Pengembalian
Dari penjabaran di atas, telah dijelaskan tentang
bagaimana pengertian dasar pengakuan
hasil pengembalian (return),dan dirangkumkan menjadi :
a.
Kepemilikan
aset, aset yang belum habis masa pakainya dan bisa dimanfaatkan, hasil manfaat
dari asset tersebut dapat diakui sebagai hasil pengembalian
b.
Sumber daya manusia juga dapat diakui sebagai aset
dan balas jasa berupa ujrah dapat
diakui sebagai pengembalian.
c.
Mengakui
ujrah berdasarkan penjualan dari manfaat bersumber dari asset yang dimiliki.
“…,
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba…” (QS Al-Baqarah :
175)
Dari artikel ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik keuangan dalam Islam
sangatlah unik. Islam sebagai Rahmatan
Lil Alamin pada dasarnya tidak ingin mempersulit umat dalam segala
urusannya dari mulai hal yang kecil hingga yang besar, termasuk untuk urusan
keuangan. Sebagai penghubung, prinsip-prinsip keuangan dalam Islam akan menjadi
dasar dari penghitungan pengembalian. Misalnya prinsip mudhrabah, dimana dalam konsep tersebut terdapat pemisahan antara
pemilik dan pengelola, yang selanjutnya terdapat pengembangan dari konsep
tersebut.
Berdasarkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam keuangan Islam, terlihat
bahwa sektor keuangan Islam memiliki potensi yang sangat besar serta dapat
berkembang dengan pesat seiring berkembangnya ilmu dalam pengimplementasiannya.
Pengaturan sesuai prinsip tersebut dibuat semata-mata untuk mempermudah umat
Islam, serta melindungi kita dari kedzaliman riba itu sendiri,. Dalam mengimplementasikannya, dibutuhkan peran
dari banyak pihak, mulai dari tiap individu umatnya hingga pemerintah dan dewan pengawasan
syariah yang ada di Negara yang ada. Kita sebagai umat Islam diperintahkan
untuk menerapkan prinsip yang ada tersebut dalam kehidupan kita
sehari-hari,agar benar-benar tercapai konsep Islam sebagai Rahmatan Lil
Alamin.