Tuesday, February 4, 2014

Apa saja keutamaan membaca alquran

KEUTAMAAN MEMBACA AL QUR’AN

 

1.
Al Qur’an adalah Kalamullah
a.
Kitab yang Mubarak (diberkahi) QS. 6 : 92
b.
Menunun kepada jalan yang lurus Qs. 17 : 9
c.
Tidak ada sedikitpun kebatilan di dalamnya QS. 41: 42

 

2.
Membaca Al Qur’an adalah sebaik-baik amal perbuatan.

Rasulullah bersabda : “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar dan mengajarkan AL Qur’an” HR Al Bukhariy dari Utsman bin Affan.

 

3.
Al Qur’an akan menjadi syafi’ penolong di hari kiamat.

Rasulullah bersabda : Bacalah Al Qur’an sesungguhnya ia akan menjadi penolong pembacanya di hari kiamat “ HR Muslim dari Abu Umamah.

 

4.
Beserta para malaikat yang mulia di hari kiamat.

Sabda Nabi : “Orang yang membaca Al Qur’an dan dia lancar membacanya akan bersama para malaikat yang mulia dan baik. Dan orang yang membaca Al Qur’an  dengan terbata-bata, ia mendapatkan dua pahala “ Muttafaq alaih dari Aisyah ra.

 

5.
Aroma orang beriman.

Sabda Nabi : “Perumpamaan orang beriman yang membaca Al Qur’an adalah bagaikan buah utrujah, oromanya harum dan rasanya nikmat…..”

 

6.
Penyebab terangkatnya kaum. Sabda Nabi :

“Sesungguhnya Allah akan mengangkat suatu kaum dengan kitab ini dan akan menjatuhkannya dengan kitab ini pula” HR Muslim dari Umar bin Khatthab.

 

7.
Turunnya rahmah dan sakinah.

Sabda Nabi : “Tidak ada satu kaum yang mereka sedang berdzikir kepada Allah, kecuali para malaikat akan mengitarinya, dan rahmat Allah akan tercurah kepadanya, dan sakinah (kedamaian) akan turun di atasnya, dan Allah akan sebutkan mereka pada malaikat yang ada di sisi-Nya. HR. At Tirmidziy dan Ibn Majah dari Abu Hurairah dan Abu Said.

 

8.
Memperoleh kebajikan yang berlipat ganda.

Dari Ibnu Mas’ud ra berkata : Rasulullah SAW bersabda:”Barang siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah, maka ia akan memperoleh satu hasanah (kebajikan). Dan satu hasanah akan dilipat gandakan menjadi sepuluh, saya tidak katakan alif lam mim satu huruf, akan tetapi ali satu hurf, lam satu huruf, dan mim satu huruf. HR At Tirmidziy

 

9.
Bukti hati yang terjaga/melek.

Dari Ibn Abbas ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya orang yang di hatinya tidak ada sesuatupun dari Al Qur’an, maka ia bagaikan rumah kosong. HR At Tirmidziy.  

 

Wallahu a’lam.

 

Pengertian dan tips supaya istiqomah

ISTIQOMAH

 

TUJUAN INTRUKSIONAL

 

Setelah mendapatkan materi ini, peserta mampu:

1.
Memahami makna istiqomah dengan benar, baik secara etimologi maupun terminologi
2.
Menerapkan dan mengaplikasikan sikap dan makna istiqomah dalam ucapan dan perbuatan.
3.
Bersikap positif dalam segala pemikiran, ucapan dan perbuatan serta menjauhi sikap negatif.

 

TITIK TEKAN MATERI

 

Peserta memahami bahwa sikap Istiqomah dalam setiap ucapan dan perbuatan adalah buah dari keimanan yang dalam dan pemahaman yang benar tentang nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan Islam. Istiqomah yang dibangun di atas pondasi optimalisasi, keikhlasan dan mengikuti sunnah akan melahirkan keberanian, ketenangan dan optimisme dalam kehidupan. Karena dengan istiqomah, manusia muslim akan selalu tegar menghadapi badai kehidupan dan segala rintangan jalan dakwah. Dan diharapkan melalui materi ini, peserta mampu memahami manifestasi istiqomah dalam kehidupan seorang mukmin.

 

POKOK-POKOK MATERI

 

1.
Definisi istiqomah baik secara etimologi maupun terminologi
2.
Dasar dan dalil-dalil istiqomah
3.
Faktor-faktor yang melahirkan istiqomah
4.
Dampak dan buah istiqomah
5.
Manifestasi istiqomah

 

MUKADIMAH

 

Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, harus senantiasa memahami arti ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik dalam kondisi aman maupun terancam. Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena umat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam mampu meimplementasikan dalam seluruh sisi-sisi kehidupannya. Dan orang yang mampu mengimplementasikannya belum tentu bisa bertahan sesuai yang diharapkan Islam, yaitu komitmen dan istiqomah dalam memegang ajarannya dalam sepanjang perjalanan hidupnya.

Maka istiqomah dalam memegang tali Islam merupakan kewajiban asasi dan sebuah keniscayaan bagi hamba-hamba Allah yang menginginkan husnul khatimah dan harapan-harapan surgaNya. Rasulullah saw bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: "قاربوا وسد د وا واعلموا أنه لن ينجو أحد منكم بعمله"، قالوا: ولا أنت يا رسول الله؟ قال: "ولا أنا إلا أن يتغمد ني الله برحمة منه وفضل" رواه مسلم

“Rasulullah saw bersabda: “Berlaku moderatlah dan beristiqomah, ketahuilah sesungguhnya tidak ada seorangpun dari kalian yang selamat dengan amalnya. Mereka bertanya: “Dan juga kamu Ya … Rasulullah, Beliau bersabda: “Dan juga aku (tidak selamat juga) hanya saja Allah swt telah meliputiku dengan rahmat dan anugerahNya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)

 

Istiqomah bukan hanya diperintahkan kepada manusia biasa saja, akan tetapi istiqomah ini juga diperintahkan kepada manusia-manusia besar sepanjang sejarah peradaban dunia, yaitu para Nabi dan Rasul. Perhatikan ayat berikut ini;

 

“Maka tetaplah (istiqomahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS 11:112)

   

DEFENISI

 

Istiqomah adalah anonim dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqomah dari kata “qooma” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqomah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqomah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.

 

Secara terminologi, istiqomah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini;

-Abu Bakar As-Shiddiq ra ketika ditanya tentang istiqomah ia menjawab; bahwa istiqomah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapapun)  

-Umar bin Khattab ra berkata: “Istiqomah adalah komitment terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipuan musang”

-Utsman bin Affan ra berkata: “Istiqomah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah swt”

-Ali bin Abu Thalib ra berkata: “Istiqomah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”

-Al-Hasan berkata: “Istiqomah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksitan”

-Mujahid berkata: “Istiqomah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah swt”

-Ibnu Taimiah berkata: “Mereka beristiqomah dalam mencintai dan beribadah kepadaNya tanpa menengok kiri kanan”

 

Jadi muslim yang beristiqomah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan aqidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degradasi dalam perjalanan dakwah. Ia senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan dalam medan dakwah yang diembannya. Meskipun tahapan dakwah dan tokoh sentralnya mengalami perubahan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu istiqomah dalam sepanjang jalan dan di seluruh tahapan-tahapan dakwah.

 

   

DALIL-DALIL DAN DASAR ISTIQOMAH

 

Dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw banyak sekali ayat dan hadits yang berkaitan dengan masalah istiqomah di antaranya adalah;

 

“Maka tetaplah (istiqomahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS 11:112)

 

Ayat ini mengisyaratkan kepada kita bahwa Rasullah dan orang-orang yang bertaubat bersamanya harus beristiqomah sebagaimana yang telah diperintahkan. Istiqomah dalam mabda (dasar atau awal pemberangkatan), minhaj dan hadaf (tujuan) yang digariskan dan tidak boleh menyimpang dari perintah-perintah ilahiah.

 

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".

 

Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta.Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS 41: 30-32)

 

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialahAllah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya;

sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.(QS 46:13-14)

 

Empat ayat diatas menggambarkan urgensi istiqomah setelah beriman dan pahala besar yang dijanjikan AllahSWT seperti hilangnya rasa takut, sirnanya kesedihan dan surga bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi atau situasi apapun. Hal ini juga dikuatkan beberapa hadits nabi di bawah ini;

   "قلت: يا رسول الله قل لي في الإسلام قولا لا أسأل عنه أحدا غيرك. قال: "قل : آمنت با لله ثم استقم" رواه مسلم

“Aku berkata: “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorangpun selain engkau. Beliau bersabda: “Katakanlah : “Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah (jangan menyimpang).” (HR Muslim dari Abu ‘Amarah Sufyan bin Abdullah)

 

“Rasulullah saw bersabda: “Berlaku moderatlah dan beristiqomah, ketahuilah sesungguhnya tidak ada seorangpun dari kalian yang selamat dengan amalnya. Mereka bertanya: “Dan juga Anda Ya … Rasulullah, Beliau bersabda: “Dan juga aku (tidak selamat juga) hanya saja Allah swt telah meliputiku dengan rahmat dan anugerahNya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)

 

 

Selain ayat-ayat dan beberapa hadits di atas, ada beberapa pernyataan ulama tentang urgensi istiqomah  sebagaimana berikut;

 

Sebagian orang-orang arif berkata: “Jadilah kamu orang yang memiliki istiqomah, tidak menjadi orang yang mencari karomah. Karena sesungguhnya dirimu bergerak untuk mencari karomah sementara Robbmu menuntutmu untuk beristiqomah.”

 

Syekh Al-Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sebesar-besar karomah adalah memegang istiqomah.”  

 

 

FAKTOR-FAKTOR YANG MELAHIRKAN ISTIQOMAH

 

Ibnu Qoyyim dalam “Madaarijus Salikiin” menjelaskan bahwa ada enam faktor yang mampu melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang sebagaimana berikut;

-Beramal dan melakukan optimalisasi

 

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalahPelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS 22:78)

 

-Berlaku moderat antara tindakan melampui batas dan menyia-nyiakan

 

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS 25:67)

 

Rasulullah saw bersabda kepada Abdullah bin Amr bin Al-Ash:  “Wahai Abdullah bin Amr, sesungguhnya setiap orang yang beramal memeliki puncaknya dan setiap puncak akan menglami kefuturan (keloyoan). Maka barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada Sunnah, maka ia beruntung dan barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepda bid’ah, maka ia akan merugi”(HR Imam Ahmad dari sahabat anshor)  

 

-Tidak melampui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya

 

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawaban.” (QS 17:36)

 

-Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal,melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas

-Ikhlas

 

Padahal mereka tidak disuruh melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang

lurus.” (QS 98:5)

 

-Mengikuti Sunnah, Rasulullah saw bersabda: “Siapa diantara kalian yang masih hidup sesudahku maka dia pasti akan melihat perbedaan yang keras, maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah Rasyidin (yang lurus), gigitlah ia dengan gigi taringmu.”(Abu Daud dari Al-Irbadl bin Sariah)

 

Imam Sufyan berkata: “Tidak diterima suatu perkataan kecuali bila ia disertai amal, dan tidaklah lurus perkataan dan amal kecuali dengan niat, dan tidaklah lurus perkataan, amal dan niat kecuali bila sesuai dengan sunnah.”

 

DAMPAK POSITIF DAN BUAH ISTIQOMAH

 

Manusia muslim yang beristiqomah dan yang selaluberkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam dalam seluruh aspek hidupnya akan merasakan dampaknya yang positif dan buahnya yang lezat sepanjang hidupnya. Adapun dampak dan buah istiqomah sebagai berikut;

 

a-Keberanian (Syaja’ah)

 

Muslim yang selalu istiqomah dalam hidupnya ia akan memiliki keberanian yang luar biasa. Ia tidak akan gentar menghadapi segala rintangan dakwah. Ia tidak akan pernah menjadi seorang pengecut dan pengkhianat dalam hutan belantara perjuangan. Selain itu jugaberbeda dengan orang yang di dalam hatinya ada penyakit nifaq yang senantiasa menimbulkan kegamangan dalam melangkah dan kekuatiran serta ketakutan dalam menghadapi rintangan-rintangan dakwah. Perhatikan firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 52 di bawah ini;

 

Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.

 

Dan kita bisa melihat kembali keberanian para sahabat dan para kader dakwah dalam hal ini;

-Ketika Rasulullah saw menawarkan pedang kepada para sahabat dalam perang Uhud, seketika Abu Dujanah berkata: “Aku yang akan memenuhi haknya, kemudian membawa pedang itu dan menebaskan ke kepala orang-orang musyrik.” (HR Muslim)

-Pada saat seorang sahabat mendapat jawaban dari Rasulullah saw bahwasanya ia masuk surga kalau mati terbunuh dalam medan pertempuran, maka ia tidak pernah menyia-nyiakan waktunya lagi seraya melempar kurma yang ada di genggamannya kemudian ia meluncur ke medan pertempuran dan akhirnya mendapatkan apa yang diinginkan yaitu, syahadah (mati syahid). (Muttafaqun Alaih)

-Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abu Thalib setelah ia menerima bendera Islam dalam peperangan Khaibar sebagai berikut: “Jalanlah, jangan menoleh sehingga Allah SWT memberikan kemenangan kepada kamu.” Lantas Ali berjalan, kemudian berhenti sejenak dan tidak menoleh seraya bertanya dengan suara yang keras; “Ya Rasulullah atas dasar apa aku memerangi manusia?” Beliau bersabda: “Perangi mereka sampai bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah……” (HR Muslim)  

 

Inilah gambaran keberanian para sahabat yang lahir dari keistiqomahannya yang harus diteladani oleh generasi-generasi penerus dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan Islam.

 

b-Ithmi’nan (ketenangan)

 

Keimanan seorang muslim yang telah sampai pada tangga kesempurnaan akan melahirkan tsabat dan istiqomah dalam medan perjuangan. Tsabat dan istiqomah sendiri akan melahirkan ketenangan, kedamaian dan kebahagian. Meskipun ia melalui rintangan dakwah yang panjang, melewati jalan terjal perjuangan dan menapak tilas lika-liku belantara hutan perjuangan. Karena ia yakin bahwa inilah jalan yang pernah ditempuh oleh hamba-hamba Allah yang agung yaitu para Nabi, Rasul, generasi terbaik setelahnya dan generasi yang bertekad membawa obor estafet dakwahnya. Perhatikan firman Allah di bawah ini;

 

Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepadamusuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.”(QS 3:146)

 

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(QS 6:82)

 

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS 13:28)

 

c-Tafa’ul (optimis)

 

Keistiqomahan yang dimiliki seorang muslim juga melahirkan sikap optimis. Ia jauh dari sikap pesimis dalam menjalani dan mengarungi lautan kehidupan. Ia senantiasa tidak pernah merasa lelah dan gelisah yang akhirnya melahirkan frustasi dalam menjalani kehidupannya. Kefuturan yang mencoba mengusik jiwa, kegalauan yang ingin mencabik jiwa mutmainnahnya dan kegelisahan yang menghantui benaknya akan terobati dengan keyakinannya kepada kehendak dan putusan-putusan ilahiah. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh beberapa ayat di bawah ini;

 

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS 57:22-23)

 

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.  Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(QS 12: 87)

 

Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa darirahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat".(QS 15:56)

 

Maka dengan tiga buah istiqomah ini, seorang muslim akan selalu mendapatkan kemenangan dan merasakan kebahagiaan, baik yang ada di dunia maupun yang dijanjikan nanti di akherat kelak. Perhatikan ayat di bawah ini;

 

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat;di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta.Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS 41:30-32)  

 

Sebab dan akibat akhlak tercela

اْلاِبْتِعَادُعَنِ اْلأَخْلاَقُ اْلمَذْمُوْمَةُ

AKHLAK TERCELA

Kode: 1.A5.7

 

Tujuan Instruksional

Setelah mendapatkan materi ini peserta diharapkan mampu:

1.
Besikap tidak takabbur (sombong), tidak menghina, tidak meremehkan, dan tidak mencibir dengan isyarat apa pun.
2.
Mengetahui hakikat kesombongan dan keburukannya dengan memberikan definisi kesombongan dan menyebutkan keburukannya.
3.
Menjelaskan hal-hal yang menyebabkan kesombongan, setidaknya 5 hal.
4.
Mengetahui dan menguraikan perilaku tercela akibat kesombongan, setidaknya 3 hal.
5.
Menjaga dan memelihara diri dari kesombongan karena takut akan ancaman Allah swt. dengan cara meninggalkan hal-hal yang menyebabkan kesombongan dan meninggalkan perilaku yang menunjukkan kesombongan.
 
Titik Tekan Materi
Dengan materi menjahui akhlak tercela ini, maka seseorang akan memiliki sikap tidak takabur, tidak menghina, tidak meremehkan, dan tidak mencibir dengan sikap apa pun. Dengan materi ini akan terbentuk karakter matiinul khulukpada diri seseorang.
Dengan demikian kita akan berusaha mencapai keridhaan Allah dengan menumbuhkan, meningkatkan, dan menjaga ketawadhu’an dalam menjalankan segala aktivitas dalam pergaulan. Materi menekankan bahwa kesombongan merupakan akhlak tercela dan merupakan sifat iblislaknatullah alaih. Iblis menganggap dirinya lebih mulia daripada Nabi Adam karena dirinya diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah. Rasulullah saw. mendefinisikan kibir (sombong) adalah menolak yang hak dan meremehkan orang lain. Rasulullah saw. mengingatkan bahwa orang yang di hatinya ada kesombongan tidak pernah mencium bau surga dan tidak akan mendapatkan hidayah.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kesombongan dan akibat-akibatnya. Disertai dengan contoh-contoh dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sebagai penyeimbang, sertakan juga karaktristik ketawadhu’an sebagai lawan kesombongan. Juga kiat-kiat menuju ketawadhu’an.
 
Pokok-pokok Materi
1. Ta’rif akhlak
2.  Pembagian akhlak
3.  Hakikat kesombongan dan keburukannya
4.  Faktor-faktor penyebab kesombongan
5.  Perilaku tercela yang muncul akibat kesombongan
6.  Karakteristik ketawadhu’an sebagai lawan kesombongan

         7. Kiat-kiat mengobati kesobongan.

 

 

 

Teknologi Pembelajaran

Berikan pengantar bahwa topik yang dibahas adalah menghindari akhlak tercela dan sampaikan tujuan pembelajaran materi ini. Pancing peserta mengemukakan pengetahuannya tentang hakikan kesombongan dan bahayanya. Luruskan dan lengkapi tanggapan peserta tentang hakikat kesombongan dan bahayanya disertai dalil-dalil dalam Al-Quran dan Sunah.

Uraikan penyebab-penyebab kesomboingan dan perilaku lainnya yang didasari kesombongan dengan dalil-dalilnya. Kemukakan kisah-kisah shahabat, tabi’in dan salafu-saleh dan pancing perserta untuk mengermukakan kiat-kita mengatasi kesombongan agar mencapai ketawadhuan. Lengkapi dan sempurnakan tanggapan peserta sehingga mencapai target yang ditetapkan.

 

Ta’rif Akhlak

Akhlak adalah situasi hati yang mantap, yang muncul ke permukaan dari individu muslim dengan reflek tanpa dipertimbangkan. Apabila situasi hati itu menimbulkan amal perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan agama, ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang timbul darinya adalah amal perbuatan yang buruk, berarti situasi yang menjadi sumbernya adalah situasi hati atau akhlak yang buruk.

Di antara akhlak yang buruk tersebut adalah kesombongan (al-kibr).

Apakah kibr itu? Ia adalah perasaan yang cenderung memandang diri lebih dari orang lain dan meremehkannya. Kesombongan memerlukan adanya orang yang disombongi dan hal-hal yang dipergunakan untuk menyombongkan diri.

Meskipun demikian, seseorang yang menganggap dirinya besar tidak serta merta disebut sombong. Sebab ada kalanya seseorang meganggap dirinya besar akan tetapi ia memandang orang lain sejajar dengannya, atau bahkan lebih besar daripada dirinya. Demikian juga, seseorang yang menganggap orang lain rendah tidak serta merta pasti orang sombong, sebab bisa jadi ia memandang dirinya sejajar dengannya atau bahkan lebih rendah.

Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang mencela sikap sombong

* Kemudian Kami katakan kepada malaikat,”Bersujudlah kalian kepada Adam.” Mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk yang bersujud, Allah berfirman,”Apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada Adam ketika Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab, “Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan  aku dari api, sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah.” Allah berfirman, “Turunlah kamu dari surga, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya.” Maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” (Al-A’raf/7: 11-13)

* Aku akan memalingkan orang-orang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-Ku, tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, maka tidak mau menempuhnya. Tetapi jika mereka melihat jalan keksesatan, mereka terus menempuhnya.Yang demikian itu karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami, dan mereka selalu melalaikannya. (Al-A’raf/7: 146)

Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mukmin/40: 60)

 

Rasulullah saw. bersabda,

لاَ يَدْخًلً اْلجَنَّةَ مَنْ كَانَ ِفيْ قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ . رواه مسلم

Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi kesombongan. (HR. Muslim)

 

Dari Abu Hurarirah ra., dari Nabi saw., Allah swt. berfirman, Kesombongan adalah kain selendang-Ku, kebesaran-Ku. Pada salah satu dari keduanya niscaya Aku akan menyiksamu di dalam neraka jahanam, dan Aku tidak mempedulikannya. (HR Muslim).

 

Nabi saw. bersabda, Orang-orang sombong akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam bentuk semut yang diinjak-injak ummat manusia karena penghinaan mereka kepada Allah. (HR. Al-Bazzar).

 

Bahaya Takabbur

Dari ayat-ayat dan Hadits di atas dapatlah diketahui bahwa akibat dan bahaya takabbur banyak sekali. Betapa tidak, sedangkan Nabi saw telah menjelaskan bahwa orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walaupun kecil, tidak akan masuk surga. Hal ini karena sikap sombong menjadi tabir antara seorang hamba dengan akhlak orang yang beriman seluruhnya. Sedangkan akhlak tersebut merupakan pintu-pintu masuk surga. Dan kesombongan telah menutup pinut-pintu itu seluruhnya. Sebab oirang yang sombong tidak dapat mencintai orang beriman yang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri, tidak dapat berlaku tawadhu’, padahal tawadhu’ merupakan pangkal akhlak orang beriman yang bertakwa. Ia tidak dapat terus-menerus menjaga kejujuran, tidak dapat meninggalkan rasa dendam, marah, dan dengki; tidak dapat memberi nasehat orang lain; selalu menghina orang dan menggunjingnya.

Sikap sombong inilah yang merupakan dosa pertama  iblis yang dipergunakan untuk durhaka kepada Allah. Akibatnya ia diusir dari jannah, kemudian timbul dendam kepada Adam a.s.

Seburuk-buruk kesombongan adalah kesombongan yang dapat menghalangi  pelakunya untuk mendapatkan manfaat ilmu dan mengahalangi pelakunya untuk menerima kebenaran dari orang lain dan tunduk kepada kebenaran Oleh karena itu  Rasulullah saw menjelaskan kesombongan dengan dua macam bahaya ini ketika beliau ditanya oleh Tsabit bin Qais. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya adalah orang yang suka keindahansebagaimana Engkau lihat. Apakah itu trmasuk sombong?” Nabi amenjawab, “Tidak. Akan tetapi kesombongsan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR Muslim).

Jadi setiap yang memandang dirinya lebih baik daripada orang lain dan menghinanya serta memandangnya dengan sinis, atau menolak kebenaran padahal ia mengetahuinya, maka ia telah sombong dan merebut hak-hak Allah.

 

Faktor-Faktor Penyebab Kesombongan

Ada beberapa sebab yang dapat menimbulkan kesombongan, Ada yang bersifat keagamaan seperti ilmu dan amal, dan ada yang bersifat keduniaan seperti  nasab, ketampanan, kekayaan, dan banyaknya pendukung.

1.
Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dapat dengan cepat menjangkiti orang menjadi sombong.  Seseorang merasa dalam dirinya terdapat kesempurnaan ilmu, lalu merasa dirinya hebat, menganggap orang lain bodoh. Kesombongan karena ilmu disebabkan dua hal: pertama, karena menekuni sesuatu yang disebut ilmu, padahal sebenarnya bukan. Sebab ilmu yang hakiki dapat untuk mengenal Tuhannya, dan dapat mengenalkan berbagai hal ketika berurusan dengan Allah. Ilmu yang benar dapat menimbulkan rasa takut dan tawadhu’, bukan sebaliknya. Seperti dalam firman Allah,“Sesungguhnya yang takut pada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama’” (QS Fathir/35: 28)
Kedua, menggeluti ilmu dengan batin yang kotor, jiwa yang rendah dan akhlak yang buruk. Seseorang tidak lebih dahulu melakukan tazkiatun nafs, menekuni pensucian jiwa dan pembersihan hatinya dengan berbagai macam mujahadah, dan tidak menempa jiwanya dengan ibadah. Akibatnya, ilmu yang ditekuninya tidak membawa bekas kebaikan.
Cara mengatasinya. Kesombongan karena ilmu dapat diilaj dengan mengetahui bahwa keutamaan ilmu itu hanyalah dengan disertai niat yang baik dan mengamalkannya serta menyebarluaskannya karena Allah tanpa menmgharapkan manfaat dari manusia. Jika tidak demikian akan menyebabkan seorang yang berilmu lebih rendah martabatnya daripada orang yang bodoh.
Dari Usamah bin Zaid r.a., ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Akan ada orang yang dibawa pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka sehingga isi perutnya keluar, lalu ia berputar-putar seperti keledai berputar-putar dalam penggilingan. Kemudia para ahli neraka mengelilinginya dan berkata, ‘Hai Fulan, mengapa kamu (demikian), bukankah kamu (dahulu) memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar?’ Ia menjawab, ‘Ya, saya dahulu saya memerintahkan yang ma’ruf, namun saya tidak mengerjakannya, dan saya mencegah yang mungkar, namun saya mengerjakannya’” (HR Muslim).
 
2.
Amal dan Ibadah

Ahli ibadah kadang-kadang menyombongkan diri atas orang-orang lain, terhadap orang yang tidak melakukan amal ibadah seperti yang dilakukannya. Sikap seperti ini adalah sebuah kebodohan.

Cara mengatasinya adalah dengan memahami bahwa keutamaan ibadah itu jika diterima oleh Allah. Dan diterimanya ibadah itu jika telah memenuhi syarat-syarat dan rukunnya, serta menjauhi apa saja yang dapat merusaknya.Tentunya juga tetap disertai dengan niat ikhlas, taqwa dan terjaga dari hal-hal yang dapat merusakkannya. Allah berfirman, “Maka janganlah kamu menganggap suci dirimu sendiri. Dia lebih mengetahui orang yang bertaqwa”(QSAn-Najm/   : 32). Ayat ini mengisyaratkan bahwa pensucian jiwa itu hanya dengan taqwa. “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal ibadah) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maidah/5:27).

Ketiga, Keturunan dan Nasab. Tidak sedikit kasus orang-orang yang membanggakan diri hanya karena  keturuna atau nasab. Ungkapan mereka “siapa kamu” atau “siapa orang tuamu”, “aku keturunan si anu” dan “lancang sekali kamu berani bicara denganku” adalah contohnya.

Untuk mengatasi sikap demikian dapat memperhatikan wasiat Rasulullah sebagai berikut:

Telah diriwayatkan Abu Dzar r.a..Ia berkata, “Saya pernah mengejek seseorang di sisi Nabi saw. Saya berkata kepadanya, ‘Hai, anak si wanita hitam!’ Kemudian Nabi saw. marah dan bersabda, ‘Hai, Abu Dzar! Tidak ada kelebihan bagi anak perempuan berkulit putih atas anak perempuan berkulit hitam’. ‘Lalu saya berbaring dan berkata kepada orang tersebut, ‘Berdirilah dan injaklah pipiku!’” (HR Ibnul Mubarak).

Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana Abu Dzar menyadari kekeliruannya, yakni sombong,  dan kesiapan menerima balasan (hukuman) langung dari orang yang bersangkutan. Ia mengetahui bahwa kesombongan akan membawa kehinaan.

Nabi saw. bersabda, “Jika hari kiamat trelah tiba, Allah menyuruh seseorang untuk berseru, ‘Ketahuilah bahwa Aku (Allah) telah menjadikan nasab (yang mulia) dan kamu menjadikan nasab yang lain. Aku telah menjadikan yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa. Lalu kamu enggan (menerimanya), bahkan mengatakan, ‘Si Fulan anak si Fulan lebih baik daripada si Fulan anak si Fulan’. Maka Saya mengangkat nasab (ketetapan)-Ku dan Aku merendahkan nasab (ketetapanmu)’” (HR Baihaqi dan Thabrani).

Keempat, Kecantikan atau Ketampanan.

Ini banyak terjadi pada kaum wanita. Karena kecantikannya menadi sombong dan mencela orang lain, dan menyebut-nyebut cacat (kekurangannya).

Untuk mengatasi hal ini dengan memperhatikan aspek batin dan jangan memandang lahiriahnya. Sebab secara lahiriah, manusia pada umumnya sama saja. Misalnya perut ada tahinya, hidung dan telinga ada kotorannya, keringatnya berbau, dll. Dengan cara  demikian ini, kita dapat mengetahui berbagai keburukan manusia yang diciptakan dari sesuatu yang menjijikkan, kemudian mati dan menjadi bangkai. Kecantikan dan ketampanan tidaklah kekal. Ia dapat rusak dan hilang setiap saat karena sakit atau sebab lainnya.

Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk (lahiriah)-mu, tetapi melihat hatimu” (HR          )

Kelima, Harta Kekayaan.

Ini biasanya mengenai orang-orang yang kaya (aghniya’). Kelebihan dalam kekayaan atau materi, seperti rumah, kendaraan, pakaian, dan harta benda yang lain menyebabkan 0rang kaya menghina yang miskin.

Cara mengatasi hal ini dengan merenungkan hakikat kekayaan. Nabi bersabda, “Kekayaan itu bukanlah banyaknya harta benda, akan tetapi kekayaan itu adalah kaya jiwa” (HR          ).

Keenam, Banyaknya Pengikut dan Kekuasaan.

Ini biasanya mengenai para pemimpin dan para tokoh. Kedudukan (kekuasaan) berkait erat dengan banyak pengikut atau pendukung. Keduanya sering menjadikan seseorang trjatuh dalam kesombongan.

Untuk mengatasi kedua sebab kesombongan itu adalah dengan memahami keberadaannya. Takabbur karena dua hal tersebut merupakan kesombongan yang paling buruk, karena sombong dengan sesuatu yang di luar dzat manusia. Seseorang memilikinya hanya sebagai pinjaman yang dapat diambil kembali oleh pemiliknya dengan cepat. Andaikata keduanya telah dicabut, maka bisa jadi orang trsebut akan menjadi yang paling rendah dan hina.

Layak kiranya bagi orang yang budiman untuk menghadap Yang Kekal, yang tidak akan hilang, dan memikirkan firman Allah berikut.

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, sedangkan amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (QS Al-Kahfi/18:46).

“Katakanlah, “Ya, Allah Penguasa segala penguasa,  Engkau brikan kekuasaan kepada yang Kau kehendaki, dan Engkau cabut dari siapa yang Kau kehendaki; Engkau  muliakan siapa yang Kau kehendaki, dan Engkau hinakan siapa yang Kau kehendaki dengan kaikan kekuasaan-Mu. Sesungguhnya Engkau maha kuasa atas segala sesuatu’” (QS Ali Imran/3:26)

Ketujuh, Kekuatan Fisik dan Keperkasaan.

Orang-orang yang badannya besar, kekar dan perkasa sering terlalu membanggakannya sehinga terperosok pada kesombongan. Mereka merasa kuat dan tak terkalahkan.

Untuk menghilangkan (mengilaj) kesombongan ini dengan mengetahui dan menyadari bahwa kekuatan fisik bukanlah hakikan kemuliaan yang sesungguhnya; ia tidak kekal dan dapat hilang dengan mudahnya. Misalnya orang yang sangat kuat dan perkasa bisa menjadi lumpuh karena struk. Atau akan menjadi lemah setelah terkena irus HIV. Jadi tidaklah layak menyombongkan diri hanya karena kelebihan fisik dan keperkasaan.

 

Kesimpulan

1.
Takabbur adalah rasa senang dan cenderung memandang dirinya melebihi orang lain dan meremehkannya.
2.
Hal-hal yang menyebabkan kesombongan adalah: ilmu, amal, ketmpanan/kecantikan, keturuna dan nasab, harta kekayaan, kekuatan fisik dan keperkasaan, kekuasaan dan banyaknya pengikut/pendukung.
3.
Akibat kesombongan adalah timbulnya perilaku tercela. Misalnya tidak dpat mencintai saudara seiman sebagaimana mencintai dirinya sendiri, tidak dapat berlaku tawadhu’, tidak dapat menjaga kejujuran, tidak dapat menjahui rasa dendam, marah dan dengki, tidak dpat bersikap lemah lembut, tidak mau menerima nasihat orang lain, suka menghina orang lain, dan sebaginya.
4.
Bahaya kesombongan yang paling buruk adalah menghalangi pelakunya dari mengambil manfaat ilmu, dan menolak kebenaran yang disampaikan orang lain. Dan akhirnya dapat menghalangi pelakunya masuk surga.

 

 

Maraji’

1.
An-Nawawy, Riyadhus-Shalihin.
2.
Said Hawa. 1999.  Mensucikan Jiwa. Jakarta: Robbani Press.
3.
Qoyyim, Al-Jauziyah. 1998. Pendakian Menuju Allah SWT. Jakarta; Al-Kautsar.